Selasa, 25 Juni 2019

penyimpangan semu hukum mendel


Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Hallo sobat Anak mendel, pada artikel sebelumnya kalian telah mengetahui tentang persilangan monohibrid yang merupakan penerapan dari Hukum I Mendel dan persilangan dihibrid yang merupakan penerapan dari Hukum II Mendel, kan. Masih ingat kah kamu kalau pada kondisi normal, persilangan monohibrid menghasilkan rasio fenotip yaitu 3 : 1 atau 1 : 2 : 1, sedangkan persilangan dihibrid menghasilkan rasio fenotip yaitu 9 : 3 : 3 : 1.

Tahu nggak sih kalau pada kenyataannya, tidak semua persilangan menghasilkan rasio atau perbandingan fenotip yang sesuai dengan Hukum Mendel, lho. Terdapat beberapa kasus menghasilkan rasio fenotip yang menyimpang dari Hukum tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa gen yang saling mempengaruhi pada saat pembentukan fenotip (keturunan). Meskipun demikian, rasio fenotip ini masih mengikuti aturan Hukum Mendel, sehingga hasil rasio fenotipnya dapat dikatakan sebagai penyimpangan semu Hukum Mendel.
Nah, penyimpangan semu Hukum Mendel ini terdiri dari beberapa macam, Squad. Apa saja ya? Yuk, langsung kita simak pada artikel di bawah ini!

1.      Atavisme
Penyimpangan semu Hukum Mendel yang pertama adalah atavisme. Atavisme adalah interaksi antar gen yang menghasilkan filia atau keturunan dengan fenotip yang berbeda dari induknya. Contoh atavisme dapat kamu temukan pada kasus jengger ayam.
Perhatikan contoh persilangan kasus atavisme di bawah ini:

Terdapat empat jenis jengger ayam, di antaranya walnut (R-P-), rose (R-pp), pea (rrP-), dan single (rrpp). Sekarang, yuk kita coba lakukan persilangan antara jengger ayam rose (RRpp) dengan jengger ayam pea (rrPP). Hasilnya bisa disimak pada gambar di bawah ini, ya!


penyimpangan semu hukum mendel
penyimpangan semu hukum mendel
penyimpangan semu hukum mendel



2.      Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa tersembunyinya gen dominan jika tidak berpasangan dengan gen dominan lainnya. Jadi, jika gen dominan tersebut berdiri sendiri, maka sifatnya akan tersembunyi (kriptos). Contoh kasus kriptomeri terdapat pada persilangan bunga Linaria maroccana. Bunga Linaria maroccana memiliki 4 gen, yaitu:
A = terbentuk pigmen antosianin
a = tidak terbentuk pigmen antosianin
B = protoplasma basa
b = protoplasma asam
penyimpangan semu hukum mendel
Linaria maroccana (sumber: pinterest.com)
Misalkan, akan dilakukan persilangan pada bunga Linaria maroccana berwarna merah dengan bunga Linaria maroccana berwarna putih sebagai berikut:
penyimpangan semu hukum mendel

Coba kamu perhatikan! Pada persilangan pertama, diperoleh F1 adalah bunga berwarna ungu. Hmm, kenapa bisa begitu, ya? Nah, penjelasannya ada di bawah ini, nih. Ayo kita simak baik-baik!
  • Sifat A dominan terhadap a dan sifat B dominan terhadap b. Ingat ya Squad, gen A mengandung pigmen antosianin, gen a tidak mengandung gen antosianin, gen B lingkungan basa, dan gen b lingkungan asam.
  • Warna merah dihasilkan dari pigmen antosianin dalam lingkungan asam, sehingga bunga yang berwarna merah disimbolkan dengan AAbb/Aabb. Jika di dalam plasma tidak terdapat pigmen antosianin, maka akan terbentuk warna putih tanpa adanya pengaruh dari lingkungan, sehingga bunga yang berwarna putih disimbolkan dengan aaBB/aaBb/aabb.
  • Ketika bunga warna merah (AAbb) dan bunga warna putih (aaBB) disilangkan, gen dominan A tidak bertemu dengan gen dominan A yang lain, begitu juga dengan gen dominan B. Akibatnya, sifat gen dominan tersebut akan tersembunyi dan F1 menghasilkan warna ungu. Nah, kalau warna ungu ini berasal dari pigmen antosianin yang berada pada lingkungan yang bersifat basa, Squad

3.      Polimeri
Sifat yang muncul pada pembastaran heterozigot dengan sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi karakter dan bagian organ tubuh yang sama dari suatu organisme disebut polimeri. Pada salah satu percobaannya, Nelson Ehle, menyilangkan gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih, fenotipe F1 semua berbiji merah tetapi tidak semerah biji induknya. Pada kasus ini, seolah-olah terjadi peristiwa dominan tidak penuh, sedangkan pada F2 diperoleh keturunan dengan ratio fenotipe 15 merah dan 1 putih adalah berasal dari penggabungan (9+3+3):1, berwarna merah ada 4 variasi yaitu merah tua, merah sedang, merah muda, dan merah muda sekali, sedangkan berwarna putih hanya ada 1 variasi, maka percobaan ini dikatakan bahwa pembastaran tersebut adalah dihibrida dan dua pasang alel yang berlainan tadi sama-sama mempengaruhi sifat yang sama yaitu warna bunga.
Apabila gen yang menimbulkan pigmen merah diberi simbol M1 dan M2, alel yang mengakibatkan tidak terbentuknya warna diberi simbol m1 dan m2, maka dapat digambarkan dalam diagram persilangan sebagai berikut. Perhatikan peristiwa polimeri pada persilangan antara gandum merah dan gandum putih!


Keterangan:


Bagaimana Sob sampai sini, masih sadar, kah?

penyimpangan semu hukum mendel
Rasanya ku ingin terbang saja dan melupakan semuanya (sumber: giphy.com)

Oke, oke, tenang, Squad. Dibawa santai saja ya bacanya. Sambil ngemil juga boleh, kokWell, kita lanjut ya materinya. Semangat membaca!

4. Epistasis-Hipostasis
Epistasis dan hipostasis adalah salah satu bentuk interaksi antara gen dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang menutup gen dominan lainnya disebut epistasisdan gen dominan yang tertutup itu disebut hipostasis.
Peristiwa ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Pada tumbuhan, peristiwa epistasis dan hipostasis dijumpai pada warna kulit gandum dan warna kulit labu squash, sedangkan pada hewan dapat dijumpai bulu mencit. Pada manusia, peristiwa tersebut juga dapat dijumpai misalnya pada warna mata.
Nelson Ehle mengadakan percobaan persilangan dengan objek tanaman gandum. Gandum berkulit biji hitam disilangkan dengan gandum berkulit putih kuning. Hasilnya (F1) 100% berkulit biji hitam. Pada F2 diharapkan akan dihasilkan keturunan dengan fenotipe 75% hitam dan 25% kuning, tetapi ternyata tidak demikian, hasil yang diperoleh mempunyai perbandingan sebagai berikut 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Persilangan ini mirip prinsip Mendel yaitu (9 + 3) : 3 : 1.
Setelah dianalisis, ternyata gen yang menimbulkan pigmentasi hitam dan kuning berdiri sendiri-sendiri dan keduanya merupakan faktor dominan terhadap faktor putih. Jadi, gen H (hitam) dominan terhadap h (putih) gen K (kuning) dominan terhadap k (putih). Perhatikan diagram persilangan antara gandum berkulit biji hitam HHkk dengan gandum berkulit biji kuning hhKK berikut!

Genotipe F1 Hhkk fenotipenya adalah hitam. Ini menunjukkan bahwa faktor H menutup faktor K, faktor H disebut epistasis dan faktor K disebut hipostasis. Jika F1 mengadakan meiosis akan menghasilkan gamet Hk, Hk, hK, dan hk, sehingga kemungkinan kombinasi F2 adalah seperti diagram berikut.

Peristiwa hipostasis dan epistasis menghasilkan kombinasi yaitu hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1.


Keterangan :
Semua kombinasi yang mengandung H, fenotipenya adalah hitam. Kombinasi yang mengandung faktor dominan K hanya menampakkan warna kuning jika bersama faktor H. Kemungkinan kombinasi 1/16 adalah kombinasi dua faktor resesif dari kedua pasangan alel hhkk. Individu ini tidak mengandung faktor dominan dan menampakkan warna putih. Ini adalah jenis homozigot baru yang hanya mungkin timbul dari persilangan dihibrid.


 4.      Komplementer
Penyimpangan semu Hukum Mendel yang terakhir adalah komplementer. Komplementer adalah interaksi antar gen dominan dengan sifat yang berbeda yang saling melengkapi, sehingga memunculkan fenotip tertentu. Apabila salah satu gen tidak muncul, maka sifat yang dimaksud pun tidak akan muncul. Contoh komplementer dapat ditemukan pada kasus persilangan bunga Lathyrus odoratus yang terdiri dari gen:
C = membentuk pigmen warna
c = tidak membentuk pigmen warna
P = membentuk enzim pengaktif
p = tidak membentuk enzim pengaktif 

penyimpangan semu hukum mendel
Lathyrus odoratus (sumber: plantsam.com)

Misalkan, dilakukan persilangan antara bunga Lathyrus odoratus berwarna putih dengan bunga Lathyrus odoratus berwarna putih pula. Maka, akan diperoleh keturunan dan rasio fenotip sebagai berikut:
penyimpangan semu hukum mendel

5.      Tautan
    Di dalam setiap kromosom tersimpan ratusan gen yang dapat menimbulkan suatu sifat bersama sama. Dua atau lebih gen yang menempati kromosom yang sama disebut terpaut atau linkage. Peristiwa terbentuknya gen tertaut ini disebut tautan, seperti terlihat pada Gambar sebagai berikut.

Gen dan alel yang terletak pada sepasang kromosom
Gambar diatas memperlihatkan gen-gen yang terletak pada masing-masing kromosom yaitu A, B, C, D atau F dan membentuk 1 rangkaian, begitupun dengan alelnya yaitu a, b, c, d, e, dan f. Peristiwa tautan dikemukakan oleh Morgan pada percobaannya mengenai persilangan lalat buah (Drosophila melanogaster) yang memiliki perbedaan morfologis, seperti bentuk sayap, warna tubuh, dan warna mata. Dalam percobaannya Morgan menyilangkan Drosophila betina normal berwarna tubuh kelabu dan bersayap panjang dengan Drosophila jantan tak normal yang berwarna tubuh hitam dan tak bersayap. Dari persilangan itu, Morgan mendapat persilangan F1 yang berwarna tubuh kelabu dan bersayap panjang. Jika pada F1 individu jantan ditestcross dengan induk resesif maka keturunannya hanya terdiri atas 2 kelas, yakni kelabu-panjang dan hitam-pendek dengan rasio fenotipe 1:1.
Jika b dan v atau B dan V merupakan alel yang terdapat pada pasangan kromosom yang berbeda, perhatikan persilangan di bawah ini!
Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda


Keterangan:
BbVv = Drosophila kelabu-bersayap panjang
Bbvv = Drosophila kelabu-bersayap pendek
bbVv = Drosophila hitam-bersayap panjang
bbvv = Drosophila hitam-bersayap pendek
Jadi, seharusnya persilangan tersebut menghasilkan rasio fenotipe 1:1:1:1. Hal ini disebabkan kromosom yang mengandung alel B atau b dan alel V atau v yang pergi ke kutub atas atau bawah pada meiosis sama besar. Oleh karena itu, rasio macam gamet, baik kombinasi parental maupun rekombinannya sama. Tetapi, hal itu tidak terlihat pada hasil penemuan Morgan sebab BV dan bv tertaut dalam satu kromosom, sehingga saat meiosis dihasilkan 2 variasi gamet BV dan bv. Turunan pertama atau F1 bergenotipe BbVv, berwarna kelabu-sayap panjang, terlihat seperti pada persilangan
berikut ini.
Persilangan: Gen dan alel yang terletak pada pasangan kromosom yang berbeda
Keterangan :
BbVv = Drosophila kelabu-bersayap panjang
bbvv = Drosophila hitam-bersayap pendek
Rasio fenotipe hasil testcross ialah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek 1:1. Ini berarti macam gamet rekombinan tidak muncul, sebab b bertaut V, b bertaut v, sehingga gamet yang dihasilkan F1 hanya BV dengan bv. Karena rasio gamet BV dengan bv 1:1 maka rasio fenotipe hasil testcross. Bbvv : bbvv = lalat buah kelabu-sayap panjang : hitam-sayap pendek = 1:1.
Penemuan Morgan ini menunjukkan bahwa gen BV dan bv bukan terletak pada kromosom berbeda, tetapi pada kromosom yang sama, artinya bertaut.
6.      PindahSilang
Pada peristiwa meiosis, kromatid yang berdekatan dari kromosom homolog tidak selalu berjajar berpasangan dan beraturan, tetapi kadangkadang saling melilit satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan sering terjadi sebagian gen-gen suatu kromatid tertukar dengan gen-gen kromatid homolognya. Peristiwa ini disebut dengan pindah saling atau crossing over.
Gambar berikut ini memperlihatkan terjadinya pembelahan meiosis. Sel-sel yang mengadakan pembelahan bergenotipe AaBb. Gen A bertaut dengan gen B, sedangkan gen a bertaut dengan gen b. Apabila tidak terjadi peristiwa pindah silang maka sel-sel anakan yang terbentuk akan mempunyai susunan gen AB dan ab dengan rasio 50%:50% atau 1:1 yang semuanya terdiri atas kombinasi parental (KP). Tetapi, apabila sebagian sel yang membelah mengalami pindah silang maka di samping kombinasi parental, akan terbentuk pula rekombinan atau kombinasi baru (RK) yang frekuensinya masing-masing ditentukan oleh frekuensi sel yang mengalami pindah silang.
Selama meiosis, pindah silang dapat terjadi antara gen-gen dalam kromosom yang sama. Jumlah pindah silang yang terjadi tergantung pada jarak antara gen-gen itu, seperti tampak pada Gambar berikut ini.

Pindah silang
Pada Gambar diatas terlihat bahwa sel yang mengalami pindah silang sebanyak 20% dari jumlah sel yang membelah. Hal ini berarti 80% sel lainnya tidak mengalami pindah silang, sehingga kombinasi sel gamet yang dihasilkan dapat dihitung sebagai berikut.
Keterangan:
a. Untuk kelompok sel yang tidak mengalami pindah silang yaitu sebanyak 80%. Setiap sel yang membelah dalam kelompok ini akan menghasilkan 4 sel baru yang haploid. Sel baru ini terdiri atas 2 macam kombinasi, yaitu AB dan ab, dengan rasio 50% AB : 50% ab. Jadi frekuensi gamet AB=50%x80%=40% dan frekuensi gamet ab=50%x80%=40%.
b. Untuk kelompok sel yang mengalami pindah silang, yaitu sebanyak 20%, setiap selnya menghasilkan 4 sel gamet baru dengan kombinasi AB, Ab, aB terbentuk karena adanya peristiwa pindah silang.
Berdasarkan hal tersebut maka frekuensi masing-masing kombinasi adalah sebagai berikut:
AB = 25% x 20% = 5% ; Ab = 25% x 20% = 5%
aB = 25% x 20% = 5% ; ab = 25% x 20% = 5%
Apabila peristiwa a dan b digabungkan, maka akan dihasilkan macam dan frekuensi kombinasi sebagai berikut:
AB = 40% + 5% = 45% ; Ab = 40% + 5% = 45%
AB dan ab yang merupakan kombinasi parental (KP), frekuensinya 90%.
Ab = 5% ; aB = 5%
Ab dan aB yang merupakan kombinasi baru atau rekombinan (RK), frekuensinya 5%.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa apabila dalam peristiwa tautan tidak terjadi pindah silang, maka semua susunan gen pada sel gametnya merupakan kombinasi parental, tetapi apabila dalam peristiwa ini terjadi pindah silang maka susunan gen pada sel gametnya terdiri atas 2 jenis yakni kombinasi parental dan dihasilkan F1 ada 4 macam, yaitu AB, ab, Ab, dan aB. AB dan ab merupakan kombinasi parental, sedangkan Ab dan aB merupakan rekombinan. Pada peristiwa pindah silang ini frekuensi kombinasi parental (KP) lebih dari 50% dan frekuensi rekombinan (RK) kurang dari 50%. Kombinasi baru atau rekombinan yang terbentuk pada peristiwa pindah silang frekuensinya selalu lebih kecil daripada kombinasi parental (RK<KP).

7.      Tautan Seks
Morgan pernah menyilangkan lalat betina bermata merah dengan lalat jantan bermata putih. Hasilnya adalah bahwa keturunan F1 100% bermata merah, sedangkan keturunan F2 75% bermata merah dan 25% bermata putih. Tetapi, yang bermata putih selalu jantan walaupun percobaan tersebut berulang-ulang dilakukan, tetapi hasilnya selalu sama. Berdasarkan hasil tersebut Morgan menyusun hipotesis sebagai berikut:
a. Faktor warna mata merah langsung dominan terhadap faktor warna mata putih.
b. Gen yang bertanggung jawab atas warna mata ini terkandung di dalam kromosom X.
c. Di dalam kromosom Y tidak terdapat gen yang bertanggung jawab atas warna mata.
Selanjutnya, Morgan menyatakan bahwa gen atau sifat yang tergantung pada kromosom seks ini disebut tertaut seks, seperti dalam diagram dengan penjelasan, keturunan F1 semua bermata merah, baik jantan maupun betina, sedangkan keturunan F2 75% bermata merah dan 25% bermata putih. Yang bermata putih selalu jantan, bukan berarti yang jantan selalu bermata putih.
8.      Gagal Berpisah dengan Letal
Gagal berpisah merupakan peristiwa gagalnya satu atau lebih kromosom untuk berpisah pada waktu meiosis (pembentukan gamet) dan menyebabkan jumlah kromosom berubah, baik gamet dan atau individu baru berakhir dengan jumlah kromosom yang abnormal, misalnya dapat terjadi aneuploidi atau poliploidi.
Aneuploidi merupakan suatu keadaan keturunan memiliki satu kromosom lebih atau satu kromosom kurang dari jumlah kromosom yang dimiliki tetuanya. Hal tersebut dapat terjadi pada sel diploid yang mendapat satu tambahan satu kromosom (n + 1), selanjutnya jika gamet tersebut bersatu dengan gamet lain yang normal maka individu baru akan berkromosom (2n + 1) yang disebut trisomi. Sebaliknya, jika sebuah gamet yang kekurangan satu kromosom bersatu dengan gamet normal maka individu baru tersebut memiliki jumlah kromosom (2n – 1) dan disebut monosomi.

Drosophila melanogaster
Adapun poliploidi adalah keturunan yang memiliki kelipatan jumlah kromosom dari tetuanya, artinya tiga kali atau lebih dari setiap haploid kromosom yang khas dimiliki tetuanya. Jika gamet yang dihasilkan diploid (2n) dan bersatu dengan gamet normal haploid (n), maka hasil setelah fertilisasi adalah individu 3n atau triploid, dan jika dua gamet diploid bersatu adalah individu 4n atau tetraploid.
Gagal berpisah letal adalah gen letal (gen yang menyebabkan kematian pada suatu individu yang memilikinya) yaitu gagal satu atau lebih kromosom untuk berpisah pada peristiwa meiosis. Contoh gagal berpisah yang terjadi pada lalat buah seperti pada diagram berikut.
Peristiwa gagal berpisah pada persilangan lalat buah (Drosophila melanogaster) antara betina bermata merah dengan jantan bermata putih.


Keterangan :
1. Nomor 1 kromosom seks XX adalah betina bermata merah dan nomor 6 kromosom seks XY adalah jantan bermata putih (yang diharapkan).
2. Nomor 2 kromosom seks XXX adalah betina super dan nomor 5 kromosom seks XXY betina bermata putih (pengecualian pertama).
3. Nomor 3 kromosom seks X dari jantan bermata merah (pengecualian kedua) dan nomor 4 kromosom seks Y berkelamin jantan dan mati (letal).
Apa tanggapanmu setelah membaca artikel kali ini? Cukup panjang, ya. Tapi, kamu nggakmenyesal kan baca artikel ini sampai habis? Oh, tentu saja, kamu kan jadi bisa tahu macam-macam penyimpangan semu Hukum Mendel beserta contoh kasusnya lewat artikel ini. Hmmby the way, siapa nih di antara kamu yang belum mengerjakan PR karena masih bingung? Hayo, sekarang bukan jamannya lagi ya mengerjakan PR di sekolah, lalu menyontek jawaban temanmu! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar